Catatan A. Umar Said


Ber-hari raya Lebaran dengan Suharto


Hari Raya Lebaran sudah lewat. Dan ketupat serta makanan-makanan lezat yang macam-macam itu sudah habis juga atau tinggal sisa-sisanya saja. Zakat sudah dibagi-bagikan kepada mereka yang berhak menerimanya, sedangkan sampah-ampah juga sudah dibuang. Sementara itu, banyak orang sudah lupa atau tidak peduli lagi kepada ucapan saling mema’afkan, dan para pencoleng dan koruptor (serta para penipu politik !!!) akan meneruskan, dengan leluasa, berbagai kejahatan mereka seperti biasanya.
Dalam rangka Hari Raya Lebaran yang telah usai ini ada berita yang cukup menarik untuk kita perhatikan bersama, dan berusaha kita jabarkan dari berbagai sudut pandang. Berita itu adalah tentang « sowannya » (bahasa Jawa, artinya : menghadap) sejumlah pejabat tinggi dari berbagai lembaga negara dan « tokoh » kepada Suharto. Untuk itu, di bawah ini disajikan sebagian apa yang diberitakan oleh Balipos dan Detikcom.

Berita dari Balipos

Balipos menulis (15 Oktober 07) antara lain : « Meski kondisi kesehatannya dikabarkan tidak baik, ingatan mantan Presiden Soeharto ternyata masih tajam. Hal ini diakui Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Farida Hatta Swasono usai berkunjung ke kediaman Pak Harto di Jalan Cendana, Jakarta, Sabtu (14/10). ''Beliau (Pak Harto) masih ingat saya. Dia tanya apa kabar Meutia?'' kata putri Proklamator dan mantan Wapres RI M. Hatta itu kepada wartawan.

Di tempat sama, mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengaku Pak Harto dalam keadaan baik-baik saja. Namun, Ketua Dewan Syuro PKB ini tidak menjelaskan secara rinci kondisi kesehatan Pak Harto secara jelas tentang keadaan baik seperti yang dikatakannya.

Sepeninggal Gus Dur, makin banyak pejabat negara datang antara lain Kasad Jenderal TNI Djoko Santoso, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie, Menteri Perindustrian Fahmi Idris, Wakil Ketua MPR Moeryati Soedibyo. Juga mantan pejabat negara antara lain mantan Menteri Luar Negeri Ali Alatas, mantan Kepala Bulog Bedu Amang, mantan Menteri Kehakiman Utoyo Usman, serta pengusaha Setiawan Djodi dan Bob Hasan.

Selain itu tampak juga anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Yuddy Chrisnandi. Anggota Komisi I DPR ini meminta semua pihak tidak mempersoalkan lagi pengadilan atas diri mantan Presiden RI itu mengingat kondisi fisiknya yang sudah sangat sepuh. Yuddy mengaku kedatangannya ke kediaman Pak Harto sengaja dilakukan untuk menghormati mantan pemimpin nasional itu.

Selain para pejabat negara dan pengusaha, Wapres Jusuf Kalla secara khusus juga menyempatkan diri bersilaturahmi ke kediaman Pak Harto.

Berita Detikcom 13 Oktober 2007

Sedangkan Detkcom menulis sebagai berikut : “Meski sudah tak lagi berkuasa, kharisma mantan Presiden Soeharto tampaknya masih besar. Puluhan tokoh-tokoh merasa perlu bersilaturahmi ke Soeharto. Berdasarkan laporan reporter detikcom, para pejabat, mantan pejabat dan pengusaha itu silih berganti tiba di kediaman Soeharto di Jalan Cendana, Menteng, Jakarta, Sabtu (13/10/2007) sejak pagi.

Para pejabat yang datang:

- Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie

- Ketua DPR Agung Laksono

- Wakil Ketua DPD Mooryati Sudibyo

- Gubernur Lemhannas Muladi

- KSAD Jenderal TNI Djoko Santoso

- Menneg PP Meutia Hatta

- Menag Maftuh Basyuni

- Menperin Fahmi Idris

- Ketua Fraksi PDIP DPR Tjahjo Kumolo

- Anggota Fraksi Partai Golkar DPR Yuddy Chrisnandi

- Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo

Mantan pejabat sebagai berikut:

- Mantan Presiden dan juga Ketua Dewan Syuro PKB Abdurrahman Wahid

- Mantan Menlu Ali Alatas

- Mantan Kabulog Beddu Amang

- Mantan Menkeu JB Sumarlin

- Mantan KSAD Subagyo HS

- Mantan KSAD Wismoyo Arismunandar

- Mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso

- Mantan Menteri Kehakiman Utoyo Usman

- Mantan Menhub Agum Gumelar

- Mantan Menag Tarmizi Taher

- Mantan Pangkostrad yang juga bekas menantu Soeharto, Prabowo Subianto

Tokoh-tokoh lainnya:

- Konglomerat Bob Hasan

- Konglomerat Setiawan Djodi

- Ekonom Sri Edi Swasono

- Pebulutangkis Taufik Hidayat.

Tanda bahwa sisa-sisa Orba masih kuat

Adanya berita bahwa sejumlah tokoh atau pemimpin berbagai lembaga negara kita memerlukan “sowan” ke hadapan Suharto dalam rangka Hari Lebaran bisa mengandung makna yang macam-macam bagi mereka yang pro-Suharto maupun yang anti-Suharto.

Di antara berbagai makna itu adalah bahwa masih ada orang-orang yang menganggap bahwa Suharto adalah orang yang masih tetap perlu dihormati, walaupun sudah dikutuk secara luas oleh berbagai kalangan – baik di Indonesia maupun di luarnegeri --, berhubung banyaknya dosa dan bermacam-macamnya kejahatan yang telah dilakukannya selama 32 tahun berkuasa sebagai pemimpin rejim militer Orde Baru.

Juga bisa bermakna bahwa mereka yang “sowan” itu tidak menggubris sama sekali adanya ketetapan MPR yang memerintahkan diperiksanya Suharto berhubung dengan praktek-praktek KKN yang sudah diketahui oleh umum secara luas itu.

Atau bahwa mereka menganggap sepi sama sekali adanya begitu banyak aksi dan gerakan dalam masyarakat yang menuntut diadilinya Suharto karena besarnya korupsi dan banyaknya kejahatan yang telah dilakukannya. Atau menganggap “sampah” saja berita-berita tentang pencantuman namanya sebagai pencuri nomor satu di dunia oleh PBB dan Bank Dunia.

Dikunjunginya Suharto oleh begitu banyak orang yang sedang -- dan telah -- memegang berbagai macam kekuasaan penting atau pengaruh besar adalah cermin bahwa sebagian kekuasaan di negeri kita masih tetap terus dipegang oleh sisa-sisa Orde Baru orang-orang yang menaruh rasa hormat kepada Suharto atau yang menghargai “nama baik”nya.

Kemungkinan bisa diadilinya Suharto


Patut diperhatikan bahwa di antara orang-orang yang “sowan” kepada Suharto itu kebanyakan adalah orang-orang Golkar dan pendukung keras atau pengagum rejim militer Orde Baru, kecuali sejumlah kecil sekali yang bukan, termasuk antara lain Gus Dur.

Apa pun pertimbangan atau alasan yang bisa dikemukakan para pemimpin dan berbagai “tokoh” yang “sowan” kepada Suharto pada kesempatan Hari Lebaran ini maka jelaslah bahwa sikap yang demikian itu mengandung arti yang amat penting, karena Suharto adalah bukan orang biasa saja yang juga sekarang ini sedang mempunyai persoalan besar.

“Sowannya” kepada Suharto oleh para pemimpin Golkar (antara lain : Jusuf Kalla, Agung Leksono) dan pembesar-pembesar lainnya yang juga simpatisan Golkar (terbuka maupun tertutup), memberikan isarat atau pertanda bahwa kemungkinan Suharto akan diadili akan tetap kecil, kecuali kalau berbagai gerakan untuk menuntutnya akan makin berkembang secara besar-besaran.

Bisalah kiranya diperkirakan bahwa mereka yang “sowan” kepada Suharto pada Hari Lebaran bukanlah orang-orang yang gembira dengan pengumuman PBB dan Bank Dunia bahwa Suharto adalah pencuri nomor satu di dunia. Mereka bukanlah pula orang-orang yang ikut mengharapkan bahwa program StAR Initiative dari PBB dan Bank Dunia akan bisa berhasil dengan baik di Indonesia.

Acara Hari Lebaran di jalan Cendana kali ini menunjukkan sekali lagi, dan untuk kesekian kalinya, bahwa kekuasaan politik di Indonesia masih didominasi oleh kekuatan sisa-sisa Orde Baru., baik yang terangan-terangan maupun yang tertututp.

Paris, 17 Oktober

__