Catatan A. Umar Said
KORUPSI MEMALUKAN ISLAM
DAN ……BANGSA !
Pidato presiden SBY soal moral dan korupsi di depan kongres Muhamadiyah
di Malang merupakan cubitan yang sangat pedih atau slentikan yang pedas sekali
bagi kita semua. Sebab, antara lain ia mengatakan terang-terangan : «"Setelah
kita merdeka 60 tahun, moral bangsa kita belum baik. Reformasi belum sepenuhnya
bisa memperbaiki moral, terutama dalam memberantas KKN. Masih banyak pejabat
yang menggunakan kekuasan dan kewenangannya untuk melakukan KKN tanpa merasa
malu. Alangkah malunya bila Indonesia sebagai bangsa yang mayoritas beragama
Islam dan merupakan negara muslim terbesar di dunia tetapi angka korupsinya
juga tertinggi di dunia » (Jawapos 4 Juli 2005)
Presiden kembali menegaskan komitmennya untuk memberantas KKN melalui penegakan
hukum dan tindakan aparat secara tegas. Namun, upaya itu dirasakan belum optimal
jika para pemimpin organisasi kemasyarakatan tidak memberikan dukungan penuh.
"Ketika hukum belum bisa ditegakkan dan aparat belum efektif, maka kesadaran
moral yang bisa," tegasnya. "Kesadaran moral bisa menyadarkan kita
bahwa korupsi adalah pelanggaran terhadap nilai-nilai agama," tambahnya.
Karena itu, SBY berharap agar para peserta muktamar terlibat aktif dalam penyusunan
program-program persyarikatan selama lima tahun ke depan, termasuk upaya pemberantasan
korupsi. Presiden juga mengajak warga Muhammadiyah untuk bersama-sama membangun
kesadaran bersama agar umat Islam jauh dari korupsi. Sebab, korupsi hanya
akan menyengsarakan umat dan negara (masih menurut Jawapos 4 Juli 2005).
Apa yang dikatakan oleh presiden SBY kali ini sebenarnya bukanlah hal yang
baru, sebab selama ini sudah diketahui oleh banyak orang, baik di dalamnegeri
maupun luarnegeri. Tetapi, karena kali ini hal-hal itu diucapkan oleh kepala
negara, dan lagi pula di depan kongres organisasi agama Islam yang besar,
maka bisa mempunyai arti tersendiri atau menjangkau dimensi yang tidak kecil.
Dan ketika ia bicara soal moral bangsa, maka sebenarnya ia telah mengangkat
masalah besar yang sekarang sudah (dan sedang terus!) jadi pembicaraan hangat
dalam masyarakat. Sebab, kalau kita melihat apa yang terjadi di negeri kita
dewasa ini maka sulitlah untuk bisa mengatakan bahwa moral bangsa kita dewasa
ini adalah baik, atau bisa dibanggakan. Begitu banyaknya berita-berita dalam
media massa tentang korupsi yang terjadi hampir di seluruh bidang kehidupan
negara dan bangsa, adalah suatu bukti bahwa moral bangsa kita sudah rusak
parah dan membusuk sekali.
HIDUP MEWAH DENGAN HARTA HARAM
Peristiwa korupsi gubernur Aceh (Puteh), hiruk pikuk tentang penggunaan Dana
Abadi Umat di Departemen Agama, pembongkaran “korupsi berjemaah”
di kalangan KPU, tersangkutnya tokoh-tokoh penting Badan Pemeriksa Keuangan
dalam soal-soal suapan, penyelewengan dana di Jamsostek, diperiksanya sejumlah
besar bupati dan walikota serta anggota DPRD di berbagai daerah, itu semua
menunjukkan dengan jelas bahwa kerusakan akhlak di kalangan “atasan”
masyarakat kita sudah mencapai tingkat yang menyedihkan sekali. Berita tentang
kebejatan moral yang sudah tersiar saja sudah membikin banyak orang geleng
kepala, padahal masih banyak sekali kasus-kasus korupsi yang masih belum muncul
dalam media massa.
Bahwa pembusukan rohani sudah menjalar ke mana-mana dapat kita lihat juga
dalam kehidupan sehari-hari di sekeliling kita masing-masing. Yang amat menyolok
adalah kehidupan kalangan “atas” (baik sipil maupun militer) yang
mewah dan berlimpah-limpah secara kelewatan, walaupun gaji “resmi”
mereka hanya kecil saja. Gejala begini ini terdapat tidak hanya di Jakarta
atau kota-kota besar saja, tetapi sudah di seluruh Indonesia. Para koruptor
sudah tidak malu-malu lagi mempamerkan kepada siapa saja harta-benda yang
mereka peroleh secara haram itu. Dan banyak orang juga sudah bersikap masa-bodoh
dan cuwek saja terhadap gejala-gejala yang nista semacam itu. Ada yang menganggap
korupsi adalah kelemahan manusia yang wajar. Bahkan ada pula yang malahan
cemburu dan, karenanya, terangsang untuk tiru-tiru. Banyak yang merasa “ketinggalan
zaman”, kalau tidak mengikuti arus “aji mumpung” ini. Kalau
kita perhatikan secara teliti, (termasuk di lingkungan teman-teman dan kenalan
kita masing-masing), maka akan nyatalah bahwa perpacuan kemewahan dan pamer
kekayaan yang didapat dari pencurian uang orang banyak ini sungguh-sungguh
sudah merusak budi nurani banyak kalangan dan golongan.
“Masih banyak pejabat yang menggunakan kekuasan dan kewenangannya untuk
melakukan KKN tanpa merasa malu” kata presiden SBY di depan kongres
Muhammadiyah itu. Ucapannya ini adalah konstatasi yang pasti dibenarkan oleh
pendapat umum, yang makin menandaskan bahwa moral banyak pejabat negara kita
memang sudah sangat bobrok. Tetapi, khalayak ramai pun mengetahui bahwa pejabat
yang mensalahgunakan kekuasaan mereka untuk melakukan KKN tanpa merasa malu
ini tidak hanya terdapat di kalangan sipil, melainkan juga di kalangan militer.
Hanya saja, korupsi di kalangan militer selama ini – sejak puluhan tahun
! – ditutup-tutupi secara ketat sehingga tidak bisa terbongkar dengan
mudah. Jadi, keliru besar sajalah, atau omong kosong sajalah, kalau ada orang
yang mengatakan bahwa kalangan militer itu bersih dari korupsi.
ISLAM TETAPI KORUPSINYA TERTINGGI
Pernyataan presiden SBY lainnya yang sangat menarik adalah ketika ia mengatakan
:”Alangkah malunya bila Indonesia sebagai bangsa yang mayoritas beragama
Islam dan merupakan negara muslim terbesar di dunia tetapi angka korupsinya
juga tertinggi di dunia “ !!! ( tanda seru tiga kali ini dari penulis).
Sebab, memang soal korupsi di Indonesia ini sudah merupakan hal yang memalukan
sekali, dan sekaligus juga sangat memprihatinkan atau bahkan menyedihkan,
Negara muslim terbesar di dunia tetapi korupsinya juga tertinggi di dunia.
Ini mendorong kita semua untuk bertanya-tanya : mengapa bisa terjadi begitu
?
Mungkin, orang bisa juga mengajukan pertanyaan-pertanyaan lainnya, umpamanya
: apa sebagai bangsa yang mayoritas beragama Islam tidak bisa mencegah merajalelanya
korupsi di Indonesia ? Apakah ajaran-ajaran dalam Islam tidak cukup untuk
melarang penganut-penganutnya melakukan korupsi ? Karena banyak koruptor-koruptor
Indonesia beragama Islam apakah berarti bahwa mereka melecehkan ajaran agama
Islam? Apa sajakah kelemahan atau kesalahan Islam di Indonesia sehingga tidak
bisa melarang penganut-penganutnya melakukan korupsi? Apakah merajalelanya
korupsi di Indonesia bisa diartikan sebagai kegagalan Islam? Apa masih bisa
diharapkan bahwa dari golongan Islam di Indonesia ada sumbangan besar dan
penting untuk memberantas korupsi? Apakah akhlak para ulama dan tokoh-tokoh
agama Islam di Indonesia bisa kita percayai? Apakah Islam bisa betul-betul
menjadi kekuatan moral untuk membrantas korupsi? (harap tambahkan sendiri
pertanyaan-pertanyaan lainnya .......)
Adalah wajar, dan juga bahkan sudah sepatutnya, bahwa pertanyaan-pertanyaan
semacam itu diajukan, ketika kita membaca bahwa di Departemen Agama, (sebuah
instansi puncak yang justru mengurusi banyak aspek kehidupan keagamaan di
negara kita) sudah menjadi tempat operasi maling-maling kaliber kakap. Sebab,
antara lain, selain mantan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam (Taufik Kamil)
juga mantan Menteri Agama (Said Agil Al Munawar) telah diperiksa dengan tuduhan
penyelewengan penggunaan Dana Abadi Umat sebesar Rp 216 miliar. Dana Abadi
Umat adalah uang yang dikumpulkan dari para jemaah haji sejak bertahun-tahun.
Dan sejak lama pula sudah tersiar kabar tentang praktek-praktek kotor atau
perbuatan haram di sekitar pengaturan perjalanan haji. Setiap tahun terjadi
banyak sekali penipuan, pemerasan secara halus, dan berbagai macam kejahatan
lainnya, dalam urusan ibadah haji yang oleh banyak orang dianggap suci ini.
KORUPSI PERUSAK MORAL YANG DAHSYAT
Ketika melihat sekeliling kita, baik ketika berada di Jakarta atau kota-kota
besar dan kota kecil di negeri kita, maka terasa sekali bahwa moral bangsa
kita sedang sakit. Dan sakit berat sekali! Bagaimana tidak? Sebab, ketika
tersiar berita banyaknya bayi-bayi di berbagai daerah terkena busung lapar
karena kekurangan makanan, maka tersiar juga berita tentang adanya koruptor
yang mencuri uang rakyat sampai puluhan atau ratusan miliar Rupiah. Dan ketika
kita mendengar adanya puluhan juta orang menganggur tidak punya pekerjaaan
untuk hidup sehari-hari, maka kita melihat adanya kelas “atasan”
(termasuk sipil, militer, tokoh agama dan pengusaha) hidup mewah dan berfoya-foya
dengan menyolok mata dari hasil perbuatan haram.
Dari segi ini, kelihatan jelas bahwa korupsi adalah perusak moral yang amat
dahsyat berbahayanya bagi bangsa dan negara. Parahnya kerusakan atau besarnya
kerugian yang disebabkan oleh korupsi bukan hanya berwujud hilangnya harta
publik, tetapi juga – dan ini lebih penting !!! – dalam bidang
moral. Adanya anggapan yang beredar luas “ bahwa korupsi adalah normal”
adalah ukuran bahwa moral bangsa kita betul-betul menuju dekadensi yang sangat
parah. Yang sangat memprihatinkan dan sekaligus amat menyedihkan, ialah bahwa
banyak anak-anak kita – yang akan jadi generasi yang akan datang –
sudah terpengaruh oleh “budaya korupsi” yang dipertontonkan oleh
orang tua mereka. Karena itu, tidak salahlah kalau ada orang berteriak dengan
marah ;”Awas, generasi penerus kita ikut jadi busuk!”.
ORDE BARU ADALAH PERUSAK MORAL BANGSA
Mengingat itu semua, kita patut merenungkan dalam-dalam, dan dengan pemikiran
yang menjangkau jauh pula, sejarah perjuangan bangsa kita dari segi moral.
Sebab, dengan meninjau kembali ke belakang dan memandangnya sekarang, maka
nampak jelas garis kemerosotan moral ini sebagai bangsa. Pada masa sebelum
revolusi 45, pedoman moral bangsa lebih didijiwai oleh perjuangan melawan
kolonialisme Belanda, yang antara lain dimotori oleh pembrontakan tahun 1926
yang menyebabkan ribuan orang dibuang ke tanah pengasingan Digul dan dikobarkan
oleh perjuangan Bung Karno sejak mudanya di tahun 20-an. Pada masa revolusi
sampai 1965, pedoman moral bangsa Indonesia ialah mempertahankan kemerderkaan
RI dari segala gangguan dalamnegeri dan luarnegeri (RMS, DI-TII, PRRI-Permesta
dll) dan menyokong perjuangan rakyat Asia-Afrika-Amerika Latin melawan imperialisme.
Tetapi, sejak Suharto dan pendukung-pendukungnya menyerobot kekuasaan Bung
Karno sebagai rentetan peristiwa 65, maka kelihatan dengan jelas bahwa moral
bangsa Indonesia meluncur anjlok ke bawah sekali. Moral bangsa yang tadinya
terkenal dan dipuji-puji oleh banyak rakyat di dunia (terutama di Asia-Afrika),
telah dirusak porak-porandakan oleh para pendiri Orde Baru. Jadi, sebenarnya,
kerusakan moral bangsa yang kita saksikan dewasa ini sudah dimulai sejak dibangunnya
Orde Baru 40 tahun yang lalu oleh tokoh-tokoh TNI-AD di bawah pimpinan Suharto
(jangan lupa, dengan dukungan GOLKAR!).
Kebejatan moral bangsa bukan hanya bisa dilihat dari banyaknya korupsi yang
sudah melanda secara besar-besaran di negeri kita, tetapi juga dari hilangnya
kesalehan sosial secara umum, dan merosotnya nilai-nilai baik bangsa seperti
gotongroyong, patriotisme, nasionalisme kerakyatan, dan semangat untuk pengabdian
kepada rakyat. Kerusakan moral bangsa juga nyata nampak pada ketidakpedulian
banyak orang terhadap puluhan juta orang korban peristiwa 65 yang mengalami
berbagai penderitaan yang berkepanjangan. Orang-orang yang tidak berdosa apa-apa
ini selama puluhan tahun telah diperlakukan sewenang-wenang dan secara kejam
oleh Orde Baru.
Kita semua sudah melihat dengan gamblang sekali bahwa Orde Baru sama sekali
tidak memberi sumbangan apa-apa dalam “nation building and character
building”, bahkan sebaliknya, malahan merusak atau membusukkan. Orde
Baru sudah merusak jiwa perjuangan rakyat, melecehkan jiwa dan memalsu isi
Pancasila. Pada umumnya, para pemimpin rezim militer Orde Baru tidak bisa
digolongkan dalam orang-orang yang bermoral tinggi (tidak semuanya, memang)
, karena terlibat dalam banyak KKN atau dalam menjalankan politik yang anti-sosial,
anti-demokrasi dan anti-perikemanusiaan.
Oleh karena itu, jelas sekali sudah, bahwa moral bangsa akan tetap rusak dan
busuk selama sisa-sisa fikiran dan “budaya” serta praktek-praktek
kebiasaan Orde Baru masih belum terkikis habis. Pembaruan moral bangsa tidak
mungkin dilakukan oleh - dan bersama-sama – para tokoh negara dan tokoh
masyarakat (termasuk partai politik dan golongan-golongan agama) yang masih
berjiwa Orde Baru. Mustahil!
Siapa dan golongan mana sajakah mereka itu, terpulang kepada para pembaca
untuk menjawabnya .....!
Paris, 7 Juli 2005