Berbagai berita kasus Munir/Muchdi terbaru
Jawapos 23 Juni 2008 ]
Kopassus Tidak Lindungi Muchdi
JAKARTA - Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus TNI-AD Mayjen Soenarko meminta masyarakat tidak mengaitkan penahanan Muchdi Purwoprajono dengan institusi Kopassus. Sebab, meski pernah menjabat Danjen Kopassus (1998-1999), Muchdi kini sudah berstatus purnawirawan.
|"Sama sekali tidak ada kaitannya,'' kata Soenarko saat dihubungi tadi malam (22/6).
Menurut Soenarko, Kopassus secara institusi tidak berhubungan lagi, apalagi melindungi Muchdi yang ditahan karena status tersangka kasus Munir. ''Dia sudah bukan lagi orang Kopassus,'' kata jenderal bintang dua yang segera berpindah jabatan sebagai Pangdam Iskandar Muda di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) itu.
Soenarko menjelaskan, saat peristiwa pembunuhan Munir, Muchdi sudah berstatus purnawirawan. Muchdi yang alumnus AMN 1970 kala itu menjabat deputi V/ Penggalangan BIN.
Muchdi kini ditahan di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Polisi pun memperketat pengamanan. Sejumlah penyidik menceritakan, standar pengamanan dinaikkan menjadi siaga satu. Artinya, senjata siap kokang dan ditambah.
Pengawalan terhadap Kabareskrim Komjen Bambang Hendarso Danuri juga diperketat. Pertimbangannya, Muchdi bukan orang sembarangan. Selain bekas petinggi BIN, Muchdi juga seorang perwira komando yang sangat disegani saat menjabat. Polisi juga mengkhawatirkan keselamatan jiwa Muchdi karena kasus Munir adalah kasus yang sangat sensitif.
Dari pengamatan Jawa Pos, seharian kemarin, Toyota Land Cruiser hitam gelap tampak stand by di depan Rutan Brimob. Mobil tersebut berpelat militer hijau tua dengan pelat nomor 119-02. Kode 02 lazimnya dipakai institusi Kopassus.
Sekitar pukul 16.45, seorang perempuan paro baya dan dua anak muda -satu perempuan, satu lagi pria bertopi dan berbaju kotak-kotak dengan kancing dibuka- terlihat keluar dari ruang penahanan Muchdi di Blok B. Mereka bergegas masuk ke mobil berpelat 119-02 itu.
Mereka diduga kerabat Muchdi. Selama membesuk, mereka dikawal sekitar enam pria berbadan tegap yang mengenakan safari serbahitam. Enam pria itu menumpang Nissan Terrano hitam berpelat B 8916 CH.
Saat hendak ditanya koran ini, pengawal itu mencegah dan mobil melaju pergi.
Sumber Jawa Pos di Kopassus menjelaskan, mobil berpelat 119-02 bukan kendaraan dinas. Sebab, pelat nomor dinas selama ini menggunakan dua angka di depan 02 (untuk perwira tinggi/pati) dan empat angka di depan kode 02 (untuk nonpati).
Dia menegaskan, tidak ada kendaraan dinas Kopassus bernomor 119-02. Apalagi, pelatnya tidak timbul (relief). Mobil dinas Kopassus biasanya memakai pelat timbul. Dia menduga, mobil mewah itu milik Muchdi secara pribadi.
Bukankah nomor 02 merupakan kode khas milik Kopassus? "Setingkat mantan Danjen Kopassus (seperti Muchdi, Red) memiliki keistimewaan sendiri sehingga dapat memakai pelat tersebut (119-02, Red) untuk mobil pribadinya. Sama halnya dengan menteri yang memiliki keistimewaan meski sudah menjadi rakyat sipil," ujar sumber itu.
Situasi di rutan masih dijaga ketat sejumlah anggota Brimob berpakaian safari warna krem. Anggota tersebut sempat mengawal kehadiran Muchdi, Sabtu (21/6) siang. Sekitar empat anggota terlihat duduk di depan ruang Blok B.
Dihubungi tadi malam, pengacara Muchdi Pr, Luthfie Hakiem, mengatakan, kliennya segera mengajukan penangguhan penahanan. "Kalau tidak Senin (hari ini) ya Selasa. Maksimal Rabu," katanya.
Luthfie menegaskan, Muchdi tidak pernah meminta jaminan dari pihak lain selain keluarga. "Yang menjamin istri beliau dan putranya," ujarnya.
Sebelumnya, anggota tim pengacara Zaenal Maarif pernah mengungkapkan bahwa Muchdi akan meminta jaminan penangguhan penahanan dari Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dan Ketua Umum PB NU KH Hasyim Muzadi. Salah satu alasannya, Muchdi adalah ketua umum PP Tapak Suci, lembaga bela diri pencak silat onderbouw Muhammadiyah.
Kemarin, Din menolak menjadi penjamin penangguhan penahanan Muchdi Pr. jika eks deputi BIN itu meminta. " tidak ada tradisi dalam organisasi Muhammadiyah untuk menjaminkan atau ikut terlibat". ujar Din di kantornya kemarin. (aro/rdl/agm)
* * *
Jawapos, 22 Juni 2008
Tempati Sel Abu Dujana
Muchdi Diboyong ke Rutan Brimob
JAKARTA - Tersangka kasus pembunuhan Munir, Mayjen (pur) Muchdi Purwopranjono, akhirnya pindah ke "rumah" barunya di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, kemarin (21/6). Mantan Deputi V/Penggalangan Badan Intelijen Negara (BIN) itu menempati kamar A2 ukuran 3 x 3 meter, bekas sel panglima sayap militer Jamaah Islamiah Abu Dujana.
Dengan menumpang motor, Jawa Pos membuntuti pemindahan yang berlangsung rapi dan tertutup itu. Awalnya, satu per satu anggota rombongan keluar diam-diam dari pintu Bhayangkari Bareskrim Mabes Polri sekitar pukul 13.40. Akibatnya, puluhan wartawan yang menyanggong di pintu utama Bareskrim terkecoh.
Dari situ rombongan dibagi dengan menumpang Kijang Innova hijau muda, Nissan Livina hitam, Toyota Avanza silver, dan disusul Nissan Terrano hitam. Mobil pertama dan terakhir diisi anggota Brimob berseragam safari. Mereka membawa senjata siap kokang di balik baju dan di dalam mobil.
Mobil Livina diisi tim penyidik kasus Munir, sedangkan Muchdi berada di mobil Avanza. Dia didampingi salah seorang putranya, pengacara M. Ali, dua penyidik, dan seorang driver. Tak ada borgol yang melekat di tangan lelaki kelahiran Jogjakarta, 15 April 1949 itu. Juga tak ada satu pun identitas kepolisian yang melekat di mobil-mobil tersebut kecuali stiker kecil bergambar burung walet -lambang Gegana- di kaca belakang Nissan Terrano.
"Kita memang tak ingin mencolok, tapi kami tak ingin lengah dan gegabah," kata seorang penyidik yang ikut dalam rombongan. Karena tak dikawal, rombongan berkali-kali terjebak macet. Seperti di Jalan Lenteng Agung yang memang langganan macet, karena merupakan akses utama ke Kota Depok, sekitar 20 km sebelah selatan Mabes Polri.
"Biasa saja, saat di dalam mobil, tak ada yang banyak bicara," kata M. Ali saat dihubungi terpisah.
Pengacara keturunan Arab itu punya pengalaman khusus dalam pemindahan ''menegangkan'' semacam ini. Pada 30 April 2004 lalu, dia yang tergabung dalam Tim Pembela Abu Bakar Ba'asyir, mendampingi Ustad Abu Bakar Ba'asyir di dalam mobil lapis baja polisi. Saat itu Ba'asyir dijemput paksa di depan Lapas Salemba oleh polisi untuk dijerat kembali dengan pidana terorisme.
Penjemputan paksa itu diwarnai bentrok dengan massa Ba'asyir. Saat genting itulah M. Ali berhasil masuk ke mobil lapis baja setelah didorong Munarman (dulu ketua YLBHI) yang sekarang menjadi panglima Komando Laskar Islam dan ditahan di Rutan Polda Metro Jaya buntut insiden Monas 1 Juni.
Tiba di Rutan Mako Brimob sekitar pukul 14.25, juga tak ada pengamanan mencolok. Jajaran mobil langsung mengambil posisi di depan pintu rutan yang dibangun pada 2006 lalu itu. Satu per satu penumpang turun. Hanya, mobil Avanza sempat berbalik arah begitu mengetahui ada beberapa wartawan yang menyanggong. Tapi, akhirnya mobil yang masih gres itu kembali lagi.
Muchdi turun dari bangku tengah. Dia mengenakan kaca mata hitam. Topinya bertuliskan Indonesia National Police Riau Island Regional Police, yang dipinjami salah seorang penyidik, sedangkan jaket kremnya bertulis Aigner. Jawa Pos yang mencoba menanyakan kembali tuduhan polisi dalam kasus Munir, tak dia hiraukan. Sekitar sepuluh anggota Brimob bersafari langsung mengunci pintu masuk rutan dengan daya tampung 55 tahanan tersebut. Muchdi awalnya dibawa ke blok B, tapi kemudian dipindah lagi.
"Untuk sementara Pak Muchdi dimasukkan di blok A. Ruangnya tidak bagus. Beda blok dengan Pak Rusdihardjo. Di blok A itu Pak Muchdi bertetangga dengan pelaku teror. Yang ditempati itu bekas sel Abu Dujana," beber M. Ali.
Kondisi sel dikeluhkan pengacara bertubuh besar itu karena kamar mandi dengan WC jongkok tersebut tampak kotor dan baru dibersihkan saat Muchdi tiba. Isi kamarnya pun standar. Yakni, spring bed kecil, lemari kecil, dan AC sentral yang sudah tak dingin lagi.
Apakah Muchdi mengeluh? "Tidak sama sekali. Dia itu tentara yang bisa hidup dengan garam di hutan," imbuhnya. Rusdihardjo yang dimaksud M. Ali adalah mantan Kapolri yang kini menjalani masa pemidanaan setelah divonis dua tahun oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tersangkut kasus pungli KBRI Malaysia. "Semoga kesehatan Pak Muchdi tidak terganggu," harapnya.
Sejak dijemput polisi di Apartemen Sahid Kamis lalu (19/6) Muchdi belum pernah disel karena menempati ruang penyidik di Biro Analis Bareskrim Polri.
Pemindahan mantan Danjen Kopassus itu untuk keselamatan yang bersangkutan. Kondisi Rutan Bareskrim Polri sudah over load. "Kondisi Rutan Mako Brimob lebih nyaman dalam pemeriksaan-pemeriksaan lanjutan yang rencananya kita lakukan Senin depan (besok, Red)," kata seorang penyidik yang menangani kasus ini. Muchdi masih akan dicecar pertanyan seputar hubungannya dengan terpidana 20 tahun dalam kasus Munir, Pollycarpus Budihari Priyanto, dan agen madya BIN, Budi Santoso.
Muchdi disangka polisi ikut serta dalam konspirasi menghabisi Munir pada 7 September 2004. Lulusan Akabri 1970 itu dijerat pasal 340 tentang pembunuhan berencana juncto 55 (1) KUHP tentang menyuruh dan memberi kesempatan Pollycarpus dalam perbuatan pidana. Ancaman hukumannya pidana mati atau penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
"Semua tuduhan itu tidak benar. Pak Muchdi minta polisi segera merampungkan berkasnya dan menyidangkan perkaranya," kata Achmad Cholid, pengacara Muchdi yang lain, saat ditemui di Mabes Polri kemarin. Semua proses ini akan dihadapi oleh kliennya. "Pak Muchdi juga meminta mantan anak buahnya untuk tetap tenang dan berdoa. Kalau besuk, sebisa mungkin pakai baju sipil saja," imbuhnya.
Tempat Menahan Tersangka Teroris
Penahanan mantan Danjen Kopassus Mayjen (pur) Muchdi Purwoprajono di Rutan Mako Brimob, Depok, tak serta-merta membuat pengamanan di sana berubah. Itu tentu kontras dengan kondisi di Bareskrim Polri yang memperkuat pengamanan begitu Muchdi dijemput polisi pada Kamis (19/6). Bareskrim langsung menambah personel Brimob dan alat metal detector.
"Semuanya berjalan seperti biasa di sini," kata Karutan Mako Brimob Kompol Supriadi. Menurut dia, tak akan ada pengistimewaan dalam bentuk apa pun yang diberikan kepada tahanan, termasuk Muchdi. "Semuanya seperti aturan. Kami ini kan hanya petugas dan menjalankan perintah," imbuhnya. Pengamatan koran ini yang berada di lokasi hingga kemarin sore (21/6) juga tak mendapati perubahan berarti.
Selain Muchdi, beberapa deret nama kondang mendekam di rutan yang terletak di sisi timur halaman utama Mako Brimob itu. Misalnya, mantan Kapolri Jenderal Pol (pur) Rusdihardjo, mantan pejabat BI Rusli Simandjuntak, dan ketua tim jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus BLBI Urip Tri Gunawan. Tak ada tahanan perempuan di sana.
Rutan Mako Brimob juga ''populer'' menjadi tempat menahan tersangka teror yang dibekuk polisi. Salah seorang di antaranya adalah Abu Dudjana. Ada juga Sutarjo alias Isa, Sikas alias Wiryo, Amir Ahmadi alias Ahmad, Edi alias Sarwo Edi, dan Aman Suryanto alias Abu Suryo. Mereka adalah pelaku teror jaringan Jamaah Islamiah yang ditangkap di Jogjakarta pada 20 Maret 2007.
Di masa lalu, mantan Kabareskrim Komjen Pol (pur) Suyitno Landung juga pernah
menjadi penghuni rutan yang merupakan
* * *
Antara, 21 Juni 2008
Polisi Harus Ungkap Desain Skenario
Pembunuhan Munir
Jakarta (ANTARA News) - Polisi harus dapat mengungkap desain skenario dari
pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Munir, setelah Muchdi Pr menyerahkan
diri, demikian Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Syamsuddin
Radjab, di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, Muchdi Pr yang menyerahkan diri ke polisi juga, dapat dikatakan sebagai pintu luar untuk mengungkap kematian tokoh yang getol membela masalah HAM tersebut.
"Muchdi Pr itu hanya membuka pintu luar, untuk melihat adanya desain skenario yang sesungguhnya," katanya.
Dirinya juga tidak menyetujui jika Muchdi Pr dijadikan sebagai sentral utama kasus pembunuhan itu, karena diyakini bahwa Muchdi itu bukan sentral utama atau pelaku utama dalam pembunuhan Munir.
"Kasus pembunuhan Munir itu konspirasi hingga polisi harus benar-benar serius untuk mengungkapnya. Terlebih lagi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menyatakan untuk membuka kasus pelanggaran HAM," katanya.
Ia juga mengkritisi pernyataan Kapolri, Jenderal Sutanto yang menyatakan kasus Muchdi itu merupakan pidana perorangan, karena tidak mungkin Muchdi melakukan tindakan perorangan melainkan pasti melibatkan institusi.
"Logikanya Polycarpus yang ditempatkan dalam pesawat yang sama ditumpangi oleh Munir, itu kan sudah mendapatkan surat dari Badan Intelijen Negara (BIN)," katanya.
Demikian pula dalam pengakuan sejumlah saksi dalam persidangan kasus Polycarpus itu menyebutkan masalah BIN. "Logikanya BIN terlibat dalam kasus Munir itu," katanya.
Ia juga menyayangkan pernyataan pejabat tinggi di tanah air, yang menyatakan mantan Deputi V (Bidang Penggalangan) BIN itu, menyerahkan diri seolah-olah dengan kesadaran sendiri.
"Para elit jangan menyamarkan seseorang sudah berperilaku baik, padahal sebenarnya ditangkap. Kalau benar sadar bersalah, seharusnya dari dulu menyerahkan diri," katanya.(*)
* * *
Tim Muchdi Desak Polisi Periksa Soeripto
Kompas, 21 Juni 2008
- Mahendra Datta, Ketua Tim Pembela Muchdi PR, tersangka pembunuh Munir, mendesak
polisi memeriksa Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Soeripto, sebagai saksi. Desakan
disampaikan sehubungan dengan pernyataan Soeripto tentang adanya konspirasi
pembunuhan Munir, yang melibatkan Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN)
AM Hendropriyono.
"Kami mendesak polisi memeriksa Soeripto sebagai saksi sehubungan dengan
pernyataannya pada publik. Kami menilai, pernyataan Soeripto sudah memasuki
ranah hukum dan bukan sekadar pernyataan politik. Oleh karena itu, polisi
harus segera menanggapinya dengan langkah konkrit," tegas Mahendra Datta.
Kepada wartawan, Jumat (20/6), Soeripto mendesak kepolisian mengusut tuntas
kasus pembunuhan aktivis HAM Munir. Menurut dia, Muchdi hanya eksekutor, oleh
karena itu, penyidikan jangan terhenti hanya pada Muchdi.
Soeripto mengatakan, pembunuhan Munir mulai dirancang dalam sebuah rapat yang
dilakukan tahun 2004. Rapat dihadiri Hendropriyono, Wakil Kepala BIN M. As'ad
Ali, Sekretaris Umum BIN Nurhadi Djazuli, dan Deputi II bagian pengamanan
Manunggal Maladi. "Rapat memutuskan melenyapkan Munir," tegas Suripto
seperti dikutip Portal Tempointeraktif.
Menanggapi hal itu, Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Abu Bakar yang dihubungi pukul 11.30 melalui pelayanan pesan singkat menulis, "Ya nanti saya tanya ke penyidiknya. Saya belum bisa berkomentar karena saya belum mendengar langsung pernyataan yang bersangkutan".
Sampai saat ini, Muchdi belum dipindahkan ke ruang tahanan Brigade Mobil Mabes Polri di Kelapa Dua. "Saya belum diberi tahu kapan pemindahan dilakukan. Sekarang beliau (Muchdi) masih di Mabes Polri," jelas Mahendra.
* * *
Detikcom, 21 Juni 08
Rapat BIN Masukkan Munir dalam Daftar 'G'
Jakarta - Wakil Ketua Komisi III DPR Soeripto menyebut rencana pembunuhan Munir disusun dalam rapat Badan Intelijen Negara (BIN) pada tahun 2004. Saat itu Munir hanya termasuk dalam kategori G alias gangguan.
"Yang saya dengar, evaluasi waktu itu, Munir masuk kategori 'gangguan', belum 'ancaman'," kata Soeripto dalam perbincangan dengan detikcom, Sabtu (21/6/2008).
Dia menjelaskan, ada 4 kategori yang menjadi acuan operasi intelijen untuk mengatasi ancaman terhadap negara. Istilahnya, ATHG. Yaitu ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan.
Yang tergolong 'ancaman', misalnya orang-orang yang dicurigai melakukan kudeta atau pemberontakan.
"Kalau masih dalam taraf gangguan, belum dianggap serius dan belum sampai harus dihabisi. Paling-paling ya peringatan saja," imbuh pengamat intelijen yang juga politisi PKS ini.
Soeripto menambahkan, BIN adalah suatu lembaga intelejen yang penggunanya adalah Presiden. Artinya, operasi BIN pun harus dilaporkan ke Presiden.
"Karena user-nya adalah Presiden, produk intelijen itu mestinya, menurut
aturan, dilaporkan ke Presiden. Yang jadi pertanyaan, apakah BIN melaporkan
hal ini (rencana pembunuhan Munir) ke Presiden yang waktu itu dijabat Megawati,"
bebernya. ( fiq / ana )
* * *
Koran Tempo, 21 Juni 2008
Polisi Diminta Periksa Hendropriyono
Presiden ingin kasus Munir diselesaikan tuntas.
JAKARTA -- Sejumlah aktivis hak asasi manusia yang tergabung dalam Komite
Aksi Solidaritas untuk Munir meminta polisi serius memeriksa Muchdi Purwoprandjono.
Peran Kepala Badan Intelijen Negara saat itu, A.M. Hendropriyono, juga perlu
digali. Mereka menilai fakta-fakta hukum yang pernah muncul dalang sidang
kasus Munir mengindikasikan keterlibatan sejumlah pejabat di Badan Intelijen
Negara.
"Polisi harus menemukan adanya keterlibatan mereka, termasuk Hendropriyono,"
kata Patra M. Zen, salah seorang aktivis Komite Aksi yang juga Ketua Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.
"Hendro juga harus diperiksa, " ujar Rafendi Djamin, anggota Komite
Aksi. "Sebagai atasan Muchdi, mestinya ia ikut bertanggung jawab."
Muchdi yang pernah menjadi Deputi V BIN ditahan di Markas Besar Kepolisian
RI sejak Kamis malam lalu. Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan
berencana terhadap aktivis hak asasi manusia Munir.
Kemarin Tempo menghubungi nomor telepon seluler yang selama ini diketahui
milik Hendropriyono. Pemilik telepon ini mengatakan, penangkapan Muchdi bermuatan
politis. Saat ditanyakan soal keterlibatan dirinya dalam kasus Munir, orang
ini mengaku bukan bernama Hendro.
Dalam wawancara dengan majalah Tempo tiga tahun lalu, Hendro merasa tidak
terlibat dalam pembunuhan Munir. "Saya merasa tidak tersangkut. Yang
tahu hanya Allah. Tapi, silakan diperiksa sesuai dengan hukum jika ini disinyalir
sebagai satu kejahatan, " ujarnya (Tempo, 12 Juni 2005).
Hingga kemarin sore, Muchdi masih menjalani pemeriksaan dan menjawab sekitar
36 pertanyaan. Kuasa hukumnya, Luthfi Hakim, mengatakan Muchdi membantah semua
pertanyaan yang menghubungkan dirinya dengan kasus Munir. "Sesuai pernyataan
semula, dia tidak kenal Pollycarpus," kata Luthfi kemarin. Pollycarpus
yang oleh Mahkamah Agung dinyatakan terbukti membunuh Munir kini sedang menjalani
hukuman 20 tahun penjara.
Menurut Luthfi, kliennya membantah pula keterangan agen madya BIN Budi Santoso
yang menyatakan Pollycarpus pernah menemui Muchdi di kantor BIN. Ia juga membantah
keterangan Budi yang menyebutkan ada penyerahan uang Rp 10 juta kepada Pollycarpus
atas perintah Muchdi.
Juru bicara Kepolisian RI Inspektur Jenderal Abubakar Nataprawira mengatakan,
boleh saja tersangka membantah, "tapi nanti ada bukti-bukti dan keterangan
saksi-saksi yang menguatkan".
Sementara itu, Kepala Kepolisian RI Jenderal Sutanto menegaskan, kasus Munir
tidak berkaitan dengan BIN. "Masalah itu tidak ada kaitannya dengan lembaga,
tapi perbuatan oknum sebagai perorangan, siapa dan berbuat apa," ujar
Sutanto di Aceh Besar kemarin.
Adapun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menurut Menteri-Sekretaris Negara
Hatta Rajasa, ingin kasus pembunuhan Munir segera tuntas dengan tertangkapnya
Muchdi sebagai tersangka baru. "Pengungkapan kasus ini menjadi perhatian
agar masalah Munir ini diselesaikan secara tuntas," kata Hatta kemarin.TIM
TEMPO
Mereka dalam Sorotan
Ditetapkannya mantan Deputi Kepala Badan Intelijen Negara Muchdi Purwoprandjono
sebagai tersangka pembunuh pejuang hak asasi manusia Munir oleh polisi membuat
lembaga telik sandi itu ikut jadi sorotan. Kalangan aktivis HAM menilai sejumlah
pejabat BIN (2001-2004) sejawat Muchdi kala itu layak diperiksa. Namun, Kepala
Polri Jenderal Sutanto menegaskan keterlibatan Muchdi tidak berkaitan dengan
lembaga BIN.
Punggawa BIN 2001-2004
Kepala BIN: Abdullah Makhmud Hendropriyono
Suciwati, istri almarhum Munir, menduga pembunuhan suaminya dilatari dendam
pribadi atas pengungkapan kasus Talangsari Berdarah dan penculikan aktivis
1998.
Wakil Kepala BIN: As'ad Said Ali
Ia disebut-sebut meneken surat permintaan agar Pollycarpus diangkat sebagai
staf perbantuan keamanan penerbangan di Garuda. Surat ini jadi dasar Pollycarpus
ikut dalam penerbangan Garuda yang ditumpangi Munir.
Sekretaris Umum BIN: Nurhadi Djazuli
Ia disebut sebagai pembuat surat pengangkatan Pollycarpus sebagai anggota
BIN dan mengizinkan penggunaan senjata api.
Deputi II: Manunggal Maladi
Deputi III: Burhan Muhammad
Deputi IV: Johanes Wahyu Saronto
Ketiganya diduga mengetahui motif dan orang yang merancang pembunuhan Munir.
Direktur I: Budi Santoso
Ia bersaksi beberapa kali menjadi perantara antara Muchdi dan Polly. Bahkan
sempat memberikan sejumlah dana dari Muchdi kepada Polly baik sebelum maupun
sesudah Munir dibunuh.
Naskah: Maria Hasugian
Sumber: PDAT, Kontras, dan berkas perkara beberapa terpidana kasus pembunuhan
Munir
sumber : koran tempo
* * *
Jawapos, 21 Juni 2008
Seharian Muchdi Bungkam
Kukuh Tak Kenal Polly saat Diperiksa
JAKARTA - Polisi bergerak cepat memeriksa maraton tersangka kasus pembunuhan Munir, Mayjen (pur) Muchdi Purwoprajono. Korps baju cokelat itu memanfaatkan 20 hari masa penahanan pertama untuk menggali keterangan dari mantan deputi V/Penggalangan Badan Intelijen Negara (BIN) tersebut. Rencana pemindahan lulusan Akademi Militer 1970 itu ke Rutan Mako Brimob, Depok, juga ditunda.
Tapi, tak banyak yang didapatkan polisi dari mantan Danjen Kopasuss itu. Hampir semua pertanyaan dijawab tidak tahu sebagaimana saat dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus Pollycarpus Budihari Priyanto, terpidana 20 tahun dalam kasus Munir, 18 Mei 2005. ''Ngunci. Banyak tidak tahunya. Tapi, tak masalah karena kami tidak mengejar pengakuan,'' kata seorang penyidik yang menangani kasus tersebut kemarin (20/6).
Pertanyaan yang dilontarkan penyidik tak jauh dari seputar hubungan Muchdi dengan Polly sebagaimana kesaksian anak buahnya, agen madya BIN Budi Santoso, soal komputer di kantor deputi V yang di dalamnya ditemukan soft copy surat dari Wakabin M. As'ad kepada mantan Dirut Garuda Indra Setiawan hingga soal kontak telepon 41 kali antara nomor milik Muchdi dengan nomor milik Polly. ''Masih keras,'' ujarnya.
Apakah dengan begitu polisi menemui jalan buntu? ''Tentu tidak. Kami berani menahan karena punya alasan kuat. Kami masih punya beberapa bukti tambahan dan saksi yang belum terpublikasi. Masih ada kartu as-nya,'' tegas sumber itu.
Sebelumnya, koran ini menulis, bukti baru yang digenggam polisi untuk menjerat Muchdi adalah kesaksian tambahan dari Budi Santoso dan dua anak buah Muchdi semasa dia menjabat deputi V/Penggalangan.
Pernyataan bahwa Muchdi mengaku tak tahu tentang kasus Munir dibenarkan salah seorang pengacaranya, Luthfie Hakim. Menurut dia, penyidik telah menyampaikan 44 pertanyaan kepada kliennya itu. ''Semua masih sesuai pernyataan semula. Yaitu, tidak kenal Pollycarpus dan tidak berkaitan dengan kasus Munir,'' kata Lutfie yang bergabung bersama sejumlah pengacara lain membela Muchdi.
Soal komputer, dia menegaskan bahwa di ruangan Muchdi tidak ada komputer. ''Dia itu mengaku gaptek (gagap teknologi, Red),'' ungkapnya.
Karena itu, dirinya tidak melihat alasan penahanan bagi kliennya. Hal yang sama dikatakan Zaenal Ma'arif, pengacara Muchdi yang lain. Menurut mantan wakil ketua DPR itu, Muchdi berencana mengajukan penangguhan penahanan dengan menulis surat kepada Kapolri Jenderal Sutanto pada Senin (23/6).
Tadi malam, Muchdi beristirahat di ruang pemeriksaan lantai II Biro Analis Bareskrim. Karo Analis Bareskrim Brigjen Pol Mathius Salempang menjadi ketua tim teknis penyidik kasus Munir.
Selama Muchdi berada di Bareskrim Polri sejak dijemput Kamis (19/6) dari Apartemen Sahid, sejumlah perubahan terjadi di Bareskrim. Misalnya, pemasangan metal detector di pintu utama Bareskrim dan pengerahan pasukan Brimob Kedung Halang Bogor.
Menurut Kabidpenum Polri Kombes Pol Bambang Kuncoko, tindakan itu dilakukan untuk memastikan keselamatan yang bersangkutan. Tapi, hingga kini, polisi tidak mendeteksi adanya kemungkinan sabotase buntut penahanan purnawirawan jenderal berbintang dua itu. ''Aman dan kondusif,'' tegas Bambang di Mabes Polri kemarin (20/6).
Muchdi akan dipindah ke Rutan Mako Brimob, Depok, begitu pemeriksaan dinyatakan cukup.
Saat berkunjung ke Aceh Besar kemarin, Kapolri Jenderal Pol Sutanto menjelaskan bahwa masalah yang disangkakan kepada Muchdi tidak berkaitan dengan lembaga. Hal tersebut merupakan perbuatan oknum sebagai perorangan. ''Siapa dan berbuat apa,'' katanya.
Muchdi disangka melanggar pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana jo pasal 55 KUHP ayat 1 (menyuruh dan memberi kesempatan dalam perbuatan pidana). Ancaman hukumannya maksimal pidana mati atau penjara seumur hidup atau 20 tahun penjara.
Munir yang juga mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Malang, Jatim, itu tewas pada 7 September 2004 di atas Pesawat Garuda yang terbang dari Jakarta menuju Belanda melalui Singapura. Pengadilan telah memvonis bersalah mantan Dirut Garuda Indra Setiawan dengan setahun penjara dan mantan pilot Garuda Pollycarpus Budihari Priyanto dengan 20 tahun penjara atas kasus tersebut.
Muchdi Bukan Akhir
Kemarin, istri almarhum Munir, Suciwati, mengadakan jumpa pers di Kantor Kontras, Jalan Borobudur, Menteng, Jakarta. Ibu dua anak itu ditemani sejumlah aktivis Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum). ''Ini belum berakhir karena ada pihak-pihak lain di sekitar lingkaran Muchdi,'' tegasnya.
Dia menyatakan salut atas kerja kepolisian yang berani memeriksa seorang mantan deputi V BIN. Dari keterangan Muchdi, dia optimistis konspirasi di balik pembunuhan suaminya akan terkuak.
''Ini merupakan langkah awal dari semuanya. Kali pertama dalam sejarah Indonesia, seorang jenderal tertangkap dan menjadi tersangka pembunuhan. Meski, sebenarnya masih ada dalang di balik ini semua,'' ungkapnya.
Suci menuturkan, jika dirunut dari surat perintah penugasan mantan pilot Garuda Pollycarpus Budihari Priyanto yang ditandatangani Wakil Ketua BIN M. As'ad, bukan tidak mungkin ada campur tangan ketua BIN saat itu. ''Namanya siapa lagi, semua sudah tahu,'' ujar wanita yang kemarin berkaus merah bergambar foto wajah suaminya tersebut.
Dia juga mengkhawatirkan proses peradilan bagi Muchdi. ''Kami ingin pemerintah memastikan jaksa-jaksa penuntut yang kredibel, bersih dari korupsi dan impunitas. Jaksa agung harus mempertimbangkan kondisi mencuatnya kasus di internal kejaksaan saat ini,'' katanya.
Di tempat yang sama, Sekretaris Kasum Usman Hamid meminta agar polisi berani menindaklanjuti penyelidikan dengan memeriksa tokoh-tokoh BIN saat Muchdi bertugas. ''Ada fakta hukum persidangan Pollycarpus, Indra Setiawan, dan hubungan komunikasi Polly-Muchdi. Ada juga surat dan pertemuan di kantor BIN. Hal itu sangat jelas menunjukkan keterlibatan Muchdi tidak tunggal,'' jelasnya.
Dia juga meminta agar Muchdi kooperatif atas fakta yang ada. ''Muchdi harus ditanya soal peran kepala BIN saat itu, yakni A.M. Hendropriyono,'' ujarnya.
Direktur Setara Institute Hendardi yang juga hadir dalam acara tersebut sependapat dengan Usman. ''Pengungkapan pembunuhan Munir sampai semua aktor perencana dan pemberi perintah sangat krusial untuk memperbaiki institusi intelijen, militer, dan demokratisasi di Indonesia,'' tegasnya.
Upaya Kasum dan aktivis HAM yang mendesak pengusutan Hendropriyono sudah dibaca pengacara Muchdi. Kemarin, mereka juga mengadakan jumpa pers di kawasan Pulau Dua, Senayan. ''Ini hanya kepentingan politis untuk 2009. Pak Muchdi adalah korban. Paling sebentar lagi disebut Pak Hendro, dan siapa lagi, dan siapa lagi,'' kata Desmond J. Mahesa, salah seorang anggota tim pengacara Muchdi.
Desmond yang pernah diculik Kopassus pada 1997-1998 dan diungkap oleh Munir itu yakin Muchdi tidak bersalah. ''Karena pemerintah gagal, diskenariokan ada pengungkapan kasus ini. Agar citranya naik lagi,'' ungkapnya.
Fadli Zon yang juga hadir dalam jumpa pers itu menuturkan, Muchdi adalah seorang patriot sejati. ''Bisa dilihat dari karirnya di militer. Dia terjun langsung untuk membela kepentingan negara,'' katanya.
Dari istana, Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng menyatakan bahwa SBY meminta BIN ikut membantu polisi. ''Ini perkembangan yang baik. BIN diharapkan ikut terlibat dalam mengungkap otak utama di balik pembunuhan Munir,'' katanya.
Mensesneg Hatta Radjasa mengungkapkan, siapa saja yang terlibat, polisi harus berani menangkap.(naz/rdl/tom/jpnn/nw)