Kompas, 22 Februari 2008
MPR Sepakat Tap Terkait Soeharto
Tak Akan Dicabut
Rapat gabungan MPR sepakat tak akan mencabut Ketetapan atau Tap MPR Nomor XI Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme atau KKN, yang di dalamnya menyinggung upaya pemberantasan KKN kepada mantan Presiden Soeharto dan kroninya.
Rapat gabungan MPR itu berlangsung di Gedung GBHN, Jakarta, Kamis (21/2), yang dihadiri pimpinan MPR, pimpinan fraksi, dan Kelompok Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menegaskan, MPR mungkin mengkaji Tap MPR bila ada penambahan kewenangan dalam Undang-Undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Sekretaris Fraksi Partai Golkar MPR Hajriyanto Y Thohari, yang dihubungi terpisah, menegaskan pula, tidak ada pintu untuk pencabutan Tap soal KKN Soeharto dan kroninya sebab MPR tak lagi memiliki kewenangan untuk itu. Dengan demikian, Tap MPR No XI/1998 masih terus berlaku sampai seluruh isinya dilaksanakan. Negara berkewajiban terus mengusut praktik KKN Soeharto dan kroninya. (sut)
* * *
Antara, 19 Februari 2008
Anak-anak Soeharto Mangkir di Persidangan
Jakarta (ANTARA News) - Anak-anak mantan Presiden Soeharto (alm), Selasa, mangkir dalam sidang perkara perdata dugaan penyelewengan dana Yayasan Beasiswa Supersemar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Bukan hanya mangkir, tim kuasa hukum ahli waris Soeharto juga tidak menyerahkan surat kuasa kepada majelis hakim.
Padahal, sebelumnya majelis telah memanggil enam anak Soeharto untuk hadir di persidangan, atau paling tidak mewakilkan kepada penasihat hukum melalui surat kuasa.
Keenam anak Soeharto itu adalah Siti Hardiyanti Rukmana, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Soeharto, Hutomo Mandala Putra, Siti Hutami Endang Adiningsih.
Menyikapi hal itu, ketua majelis hakim Wahjono menegaskan pemanggilan terakhir kepada ahli waris Soeharto untuk hadir dalam sidang berikutnya atau diwakili oleh kuasa hukum yang dibuktikan melalui surat kuasa.
"Jika ahli waris tergugat I tidak hadir, majelis menyatakan yang bersangkutan telah melepaskan haknya untuk membela kepentingannya," kata Wahjono, dalam sidang yang berlangsung kurang dari sepuluh menit itu.
Sidang ditunda selama satu minggu hingga 26 Februari 2008.
Alih-alih menyerahkan surat kuasa, kuasa hukum keluarga Soeharto dan Yayasan Beasiswa Supersemar, Juan Felix Tampubolon, justru menyerahkan surat permohonan dari salah satu anak Soeharto, Sigit Harjojudanto, untuk menghadirkan ahli hukum perdata di persidangan.
Felix membantah tidak diserahkannya surat kuasa kepada majelis hakim karena surat kuasa itu belum dibuat.
"Sebenarnya surat kuasa itu sudah dibuat dan ditandatangani," kata Felix setelah sidang.
Felix menjelaskan, tim kuasa hukum keluarga Soeharto memilih untuk menunda penyerahan surat kuasa karena tim kuasa hukum ingin agar sidang menghadirkan ahli perdata untuk menjelaskan kedudukan ahli waris dalam hukum perdata.
Oleh karena itu, tim kuasa hukum menyerahkan surat dari Sigit yang berisi permohonan menghadirkan ahli hukum perdata, Prof. DR. Bustanul Arifin.
Menurut Felix, kedudukan ahli waris tidak diatur secara rinci dalam hukum acara perdata. Kedudukan ahli waris sepeninggal pihak pemberi waris hanya diatur dalam yurisprudensi atau putusan Mahkamah Agung (MA).
"Karena itu ahli waris ingin mendapatkan penjelasan lebih dulu, supaya nanti jelas bagaimana kedudukan mereka dalam berperkara," kata Felix.
Tentang kehadiran ahli waris dalam persidangan, Felix menegaskan kliennya tidak akan pernah hadir.
"Saya jelaskan, kalau kehadiran secara fisik tidak akan terjadi," katanya.
Menurut dia, dalam perkara perdata, pihak yang berpekara dapat diwakili oleh kuasa hukumnya.
Gugatan perdata terhadap Soeharto dan Yayasan Beasiswa Supersemar diajukan terkait dugaan penyelewengan dana pada yayasan tersebut yang pernah diketuai Soeharto.
Kejaksaan menuntut pengembalian dana yang telah disalahgunakan senilai 420 juta dolar AS dan Rp185,92 miliar, ditambah ganti rugi imateriil Rp10 triliun.
Ketua Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) Dachamer Munthe mengatakan yayasan tersebut pada awalnya bertujuan menyalurkan beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa kurang mampu sejak tahun 1978. Yayasan Beasiswa Supersemar menghimpun dana negara melalui bank-bank pemerintah dan masyarakat.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 tentang Penetapan Penggunaan Sisa Laba Bersih Bank-Bank Milik Pemerintah, yang kemudian diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 373/KMK.011/1978, serta Pasal 3 Anggaran Dasar Yayasan Supersemar, seharusnya uang yang diterima disalurkan untuk beasiswa pelajar dan mahasiswa, namun pada praktiknya tidak demikian dan telah terjadi penyelewengan.
Penyelewengan dana itu, menurut JPN, merupakan perbuatan melawan hukum seperti
diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata. (*)
* * *
Jawapos, 18 Februari 2008,
Tutut Siap Warisi Kasus Soeharto
Bersama Lima Adiknya, Jadi Tergugat Kasus Supersemar
JAKARTA - Sidang gugatan perdata terhadap mantan Presiden Soeharto (almarhum) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, agaknya, bakal segera tuntas. Anak-anak Soeharto, yang diwakili putri sulungnya, Siti Hardijanti Rukmana (Tutut) bersedia mewarisi kasus tersebut.
Artinya, Tutut dan kelima adiknya siap menjadi tergugat pengganti. "Ini akan mempercepat proses persidangan. Sidang tinggal dua kali pertemuan untuk pembacaan putusan," kata anggota jaksa pengacara negara (JPN) Yoseph Suardi Sabda saat dihubungi Jawa Pos kemarin (17/2).
Sebelumnya, JPN menunjuk enam anak Soeharto sebagai tergugat pengganti dalam kasus Yayasan Supersemar. Mereka adalah Tutut, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hedijati Harijadi (Titiek), Hutomo Mandala Putera (Tommy), dan Siti Endang Hutami Adiningsih (Mamiek).
Dalam kasus itu, Soeharto digugat membayar ganti rugi materiil USD 420 juta dan Rp 185,9 miliar. Juga membayar ganti rugi imateriil Rp 10 triliun. Soeharto sebagai ketua Yayasan Supersemar dianggap bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum mengalirkan dana di luar ketentuan perundang-undangan dan anggaran dasar yayasan. Sebagian dana mengalir ke sejumlah perusahaan kroni, termasuk milik Tommy.
Sebelum menyatakan kesediaannya, Tutut dan kelima adiknya sempat di-deadline tiga hari oleh PN Jakarta Selatan.
Menurut Yoseph, kesediaan Tutut dan lima adiknya menjadi tergugat pengganti membawa konsekuensi pertanggungjawaban membayar kerugian negara apabila gugatan kejaksaan diterima pengadilan. "Mereka mengakui sebagai ahli waris (Soeharto). Pengakuan tersebut menjadi alat bukti," ujar Yoseph.
Di tempat terpisah, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM Datun) Untung Udji Santoso mengatakan, setelah ada kesediaan Tutut dan kelima adiknya, kejaksaan bakal minta penetapan fatwa waris ke pengadilan agama (PA). "Ini untuk mengetahui bahwa Tutut dan adik-adiknya benar-benar ahli waris Soeharto, sehingga memudahkan pelaksanaan eksekusi kelak," jelas Untung saat dihubungi Jawa Pos kemarin (17/2).
Menurut Untung, dengan fatwa waris tersebut juga akan diketahui bahwa aset Soeharto diwariskan kepada Tutut dan kelima adiknya. "Itu sudah menjadi konsekuensi logis," jelas mantan kepala Kejati DKI itu.
Namun, saat ditanya apakah kejaksaan sudah punya data terkait aset Soeharto, Untung mengaku belum. Kejaksaan, lanjut Untung, masih fokus pada pengajuan gugatan sekaligus memenangkannya. "Soal penelusuran aset Soeharto itu belakangan. Kami pasti mengupayakannya," janjinya.
Sebelumnya, Budiman Rahardjo, liaison officer program StAR (Stolen Asset Recovery) Initiative dari Kejagung mengatakan, dia mengaku belum mendapat arahan teknis jaksa agung terkait pelacakan aset Soeharto di luar negeri melalui Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). "Kami masih menunggu, belum ada langkah konkret," kata Budiman yang ditemui Jawa Pos di Gedung Kejagung, Jumat lalu (15/2).
Tutut Tunjuk Pengacara
Tutut dan lima adiknya kemarin menggelar pertemuan dengan tim pengacara untuk membicarakan kesediaan menjadi tergugat pengganti dalam kasus Supersemar. Mereka juga menunjuk tim pengacara untuk mewakili dalam persidangan di PN Jakarta Selatan. "Dalam rapat itu, kami ditunjuk menjadi kuasa hukumnya," kata pengacara M. Assegaf saat dihubungi kemarin.
Selain Assegaf, Juan Felix Tampubolon juga ikut bergabung. Baik Juan Felix maupun Assegaf sebelumnya menjadi pengacara Soeharto dalam kasus yang sama.
Menurut Juan Felix, dengan kesediaan Tutut menjadi tergugat, keluarga bersedia melanjutkan proses hukum hingga keluarnya putusan. "Mereka mengambil putusan dengan suara bulat," jelas Juan Felix.
Juan Felix mengatakan, Tutut menganggap ayahnya tidak bersalah atas berbagai tuduhan jaksa melakukan korupsi dalam kasus Supersemar.(agm/kum)
* * *
Radio Nederland, 15 Februari 2008
Demam Soeharto Memacu Polarisasi
Laporan Aboeprijadi Santoso
soal Pengadilan Rakyat
Demam Soeharto menjadi lonceng peringatan berbagai pihak untuk menuntaskan
masalah. Partai Golkar agaknya sepakat mengundang Siti Hardijanti Rukmana,
yaitu Tutut, agar bergabung ke dalam Golkar, sementara putri Soeharto tersebut
masih memilih diam. Di lain pihak, Pengadilan Jakarta Pusat memastikan pekan
depan akan memanggil Tutut dan kelima adiknya untuk kasus perdata dana Yayasan
Supersemar. Sementara para penentang Soeharto menggelar "Pengadilan Rakyat"
untuk menggali perkara pidana dan menuntut mundurnya pemerintahan SBY-Kalla.
Kematian Soeharto menjadi semacam wake up call. Lonceng itu membuat kubu pro Soeharto dan Orde Baru makin menyadari betapa dirinya masih kuat, tapi juga menggugah pihak penentangnya yang makin menyadari perlunya menuntaskan reformasi dan meluruskan sejarah.
Polarisasi baru ini, mulai mengkristal dengan kampanye pemaafan, dan meningkat dengan penolakan Golkar terhadap tuduhan berperilaku Brutus terhadap mantan bosnya sendiri. Kini, dua kubu Golkar yang saling bersaing, Jusuf Kalla dan Akbar Tandjung, malah mengharapkan Tutut Soeharto kembali ke Golkar.
Pengadilan Rakyat RI
Sebaliknya, aparat hukum yang dulu dianggap melindungi Soeharto kini memberi
waktu tiga hari bagi keenam anak Soeharto untuk memenuhi panggilan tanpa menunggu
keputusan siapa yang menjadi ahli waris Soeharto.
Pasca-kematian Soeharto, tentu, juga menggugah para penentangnya yang kini merasa telah diperdaya oleh keempat presiden pasca-Soeharto dan aparat hukumnya. Selama lebih sepekan para aktivis daerah itu berkampanye di ibukota. Kemarin, mereka menggelar apa yang disebut "Pengadilan Rakyat Republik Indonesia" di Tugu Proklamasi.
Almarhum Soeharto divonis seumur hidup. Anakronis memang. Namun vonis itu juga dijatuhkan pada para kroninya. Mereka dituduh melanggar Pasal 7 Undang Undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, karena melakukan kejahatan kemanusiaan sejak tahun 1966 hingga 1998 dan menggelapkan aset negara senilai 30 milyar dolar. Selama tiga hari tribunal digelar di lapangan terbuka yang direka sebagai simbol makam korban, untuk mendengar puluhan korban HAM dan saksi ahli.
Lima Dosa Baru
Muchtar Pakpahan, mantan aktivis serikat yang mengaku pernah ditawari kursi
menteri oleh jenderal Hendroprijono mengingatkan represi terhadap serikat
di luar SPSI dan terhadap para aktivis buruh.
Ada lima dosa Orde Baru, kata Sri Bintang Pamungkas, bekas anggota DPR Orde
Baru. Puluhan ribu nyawa korban, milyaran dolar hutang, kerusakan sumberdaya
alam, merajalelanya korupsi, dan sentralisme. Kemudian konspirasi pasca-Soeharto
yang membuat kasus pidana Soeharto berlarut-larut .
Bermula Tahun 1970an
Saksi Fadjroel Rachman mengingatkan kematian Pol Pot tidak berarti tuntutan
terhadap Khmer Merah berakhir. Demikian juga bagi Soeharto dan Orde Baru,
katanya. Sementara kehancuran ekonomi Indonesia, menurut Fadjroel, juga bermula
tahun 1970an.
Tribunal rakyat ini juga menyaksikan kesaksian seniwati Ratna Sarumpaet yang
pernah dikejar-kejar tentara karena mementaskan teater "Marsinah Menggugat".
* **
Kedaulatan Rakyat, 15 Februari 2008
Aksi Turun Harga dengan Teatrikal
YOGYA (Kedaulatan Rakyat) - Aksi turun ke jalan yang menuntut penurunan harga, sering dilakukan. Tetapi yang dilakukan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Politik Rakyat Miskin (LMND PRM) di simpang empat Kantor Pos Yogya, Kamis (14/2) sore, berlangsung menarik. Tidak sekadar meneriakkan tuntutan, tetapi mereka melakukannya dengan aksi teatrikal.
Aksi diikuti 14 orang dengan wajah dibuat coreng-moreng. Tiga belas di antaranya
masing-masing membawa satu huruf besar di depan sehingga membentuk tulisan
'turunkan harga'. Sementara di punggung terpasang poster bertuliskan beberapa
tuntutan yang menyertai. Selain orasi, mereka juga menari-nari dengan kompak.
Dalam pernyataan sikap maupun orasinya, juru bicara aksi Paulus Suryanta G
menyebutkan, naiknya harga sembilan bahan pokok (sembako) rakyat, ditambah
kenaikan barang-barang kebutuhan pokok lain menunjukkan pemerintah telah gagal
menyejahterakan rakyat.
Kegagalan panen gandum di Australia dan Prancis serta penundaan ekspor gandum oleh Argentina juga menjadi penyebab kenaikan harga gandum dunia. Sebagai akibatnya Cina dan Rusia menerapkan pajak ekspor sereal hingga lima kali lipat yang berlaku sebelumnya sejak 1 Januari lalu. Dengan demikian, ketahanan pangan dunia menjadi terancam, tak terkecuali Indonesia. Berbagai contoh yang menyebutkan tidak stabilnya harga-harga juga disampaikan peserta aksi. Termasuk masalah ketidakberdayaan pemerintah dalam kenaikan harga kedelai yang memukul pengusaha tahu dan tempe.(Ewp)-f
* * *
Berita oleh Vivi W, 14 februari 2008
Aksi Nasional Serikat Mahasiswa Indonesia
Lima ratus massa aksi yang tergabung dalam Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) hari ini (Kamis, 14 Februari 2008) melakukan aksi dengan tuntutan utama: Jaminan kebebasan berekspresi, berpendapat dan berorganisasi di kampus, cabut SK Dirjen Dikti No 26 Tahun 2002 tentang Pelarangan Aktivitas Ormas dan Partai Politik di kampus, Tolak dan Hapuskan Sistem Skorsing dan Drop out dan Tolak RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP). Aksi ini merupakan aksi nasional yang dihadiri oleh perwakilan cabang-cabang SMI dari beberapa daerah di Indonesia.
Aksi SMI diawali dari Bundaran Patung Kuda Indosat bergerak menuju Istana Negara. Dalam orasinya di Depan Istana Ketua Umum KPP SMI Yusriansyah menyatakan bahwa selama ini pemerintahan boneka imperialis SBY-Kalla yang sama sekali tidak memperhatikan sektor pendidikan, program meliberalisasi sistem pendidikan nasional menyebabkan mahalnya biaya pendidikan sehingga banyak anak Indonesia yang tidak mampu lagi bersekolah. Disamping itu undang-undangn pendidikan yang ada memberikan legitimasi tindakan-tindakan anti demokrasi/represif di dalam kampus.
Sementara Sekjen KPP SMI Tony Trianto menegaskan bahwa pendidikan gratis
wajib diberikan kepada warga negara tanpa prasyarat dan sangat bisa dilakukan
oleh Pemerintah jika mereka mau menjalanakan program-program strategis seperti:
1. Laksanakan Reforma Agraria
2. Bangun Industrialisasi Nasional yang Kerakyatan
3. Melakukan Nasionalisasi Aset-aset penting (pertambangan, dll)
Tetapi sayangnya pemerintahan SBY-JK tidak bersedia melakukan dan hanya pemerintahan yang bersifat kerakyatan saja yang sanggup melaksanakan program tersebut, tegas Toni.
Aksi SMI ini juga mendapat dukungan dari berbagai macam organisasi-organiasai kerakyatan lainnya seperti: Aliansi Buruh Mengguggat (ABM), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi-Politik Rakyat Miskin (LMND-PRM), Komite Politik Rakyat Miskin-Partai Rakyat Demokratik (KPRM-PRD), Front Mahasiswa Nasional (FMN), Solidaritas Perjuangan Buruh Jabotabek (SPBJ) , Serikat Buruh Transportasi Perjuangan Indonesia (SBTPI), Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), dan masing-masing diberikan kesempatan untuk menyampaikan orasi politik.
Setelah 2 jam aksi di depan aksi di depan Istana Negara, aksi dilanjutkan
ke gedung DPR RI.
* * *
Balipost, 14 Februari 2008
Tepat, Gugatan pada Anak Soeharto
Jaksa Agung Hendarman Supandji meyakini gugatan pemerintah terhadap mantan
Presiden Soeharto dapat diteruskan kepada keenam putra-putrinya. Pengalihan
gugatan itu sudah sesuai dengan pasal 1083 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
''Kami yakin (dapat dilakukan pengalihan gugatan), jelas bisa,'' ujar Hendarman
usai menghadiri pelantikan Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) dan Ketua Muda
Pengawasan MA di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/2) kemarin.
Keyakinannya itu, menurut Hendarman, didasarkan pada pasal 1083 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata yang menyebutkan setiap ahli waris dianggap dapat langsung menggantikan
pewaris dalam proses di pengadilan. Mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus
ini enggan menanggapi keberatan yang menyebut pengalihan itu tidak dimungkinkan
dengan alasan seorang ahli waris tidak secara otomatis dapat menggantikan
pewaris. ''Baca saja undang-undangnya,'' ujarnya.
Di tempat terpisah, Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Efran Basuning
mengatakan pihaknya telah menindaklanjuti permintaan jaksa pengacara negara
(JPN), dengan melayangkan surat pemanggilan kepada ahli waris Soeharto. Surat
dikirim melalui PN Jakarta Pusat, karena ahli waris Soeharto berdomisili di
wilayah Jakarta Pusat.
Ahli waris Soeharto diminta hadir dalam persidangan lanjutan gugatan perdata
terhadap Soeharto dan Yayasan Beasiswa Supersemar, Selasa (19/2) mendatang.
Nanti setelah dipanggil akan diketahui bagaimana sikap ahli waris. Apakah
dia akan menunjuk kuasa, berpikir dahulu atau akan menghadiri sendiri.
Meski demikian, pengadilan akan menempuh segala upaya untuk dapat menghadirkan
putra-putri Presiden ke-2 RI itu ke persidangan. Bahkan, jika PN Jakarta Pusat
mengalami kendala bertemu ahli waris, PN Jakarta Selatan akan menempuh jalur
kelurahan. Jika upaya pemanggilan melalui kelurahan juga ada kendala, majelis
hakim akan melakukan pemeriksaan keabsahan surat pemanggilan tersebut.
''Surat pemanggilan dinyatakan sah kalau surat sudah diterima tangan ahli
waris paling lambat tiga hari sebelum sidang digelar. Kalau sebelum tiga hari
suratnya sudah datang, tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak hadir,'' tegas
Efran dengan nada tinggi. (kmb5/kmb